
Kini aku berada di sebuah ruangan tanpa jendela, ruangan yang memiliki dua pintu disisi kanan dan kiri. Dimana ketika aku membuka pintu sebelah kiri, maka aku menemukan beberapa jendela yang pernah aku buat. Dan saat ku buka pintu sebelah kanan, aku begitu terkejut menemukan ruangan yang amat indah dan bercahaya, namun tak memiliki satu jendelapun. Kini aku berada dalam kegelisahan dan ketidak pastian. harus kemana aku berjalan, semakin aku bertanya – tanya semakin aku bingung dan tidak menemukan jawaban itu. Hasratku menuntunku melangkah untuk membuka pintu sebelah kanan, namun lagi – lagi hati kecilku angkat bicara menyuruhku berjalan ke pintu sebelah kiri.
Bukalah pintu di sebelah kiri, kemudian berjalanlah
dan susuri minimal satu jendela masa lalu supaya engkau dapat membuat jendela
di masa depan, ataukah engkau telah mahir membuat jendela?atau bahkan engkau
tidak menginginkan sebuah jendela di masa depan??
Akupun menjawab sambil menangis
Aku hanya menginkan masa depan yang indah dan cerah, dan aku sudah melihatnya di balik
pintu sebelah kanan, ruangan itu begitu indah dan bercahaya. Tidak butuhlagi
sebuah jendela. Bahkan aku tidak peduli lagi apakah aku bisa atau tidak membuat
jendela.
Hati kecilku berteriak
Ingatkatkah engkau dulu, ketika ruangan disebelah
kiri itu engkkau belum lewati. Ruangan itu terlihat indah dan bercahaya. Namun
ingatketika engkau mulai memasukinya, ruangan itu perlahan – lahan gelap.
Kemudian engkau mulai khawatir. Lalu engkau memutuskan untuk maembuat sebuah
jendela. Dan ingatlah jendela itu yang telah membuatmu sampai ketempat ini,
karena tanpa jendela itu cahaya tak akan pernah masuk. Dan aku hanya ingin engkau
membut jendela yang lebih indah dimasa depan. Maka luangkanlah sebentar waktumu
untuk melihat jendela masalalu, supaya engkau dapat memperbaikinya.
Hati kecilku pergi
begitu saja,aku masih menangis di tengah kebingungan . ruangan dua pintu itu
serasa semakin menghimpit. Dan sampai saat ini aku belum tahu harus melangkah
kemana. Kesebelah kiri atau kesebelah kanan. Aku baru sadar ada sesuatu yang
aku lupakan ketika aku dirundung kebingungnan, yaitu Doa. Disaat aku harus
berpacu dengan waktu, aku berusaha menenangkan diri dan ber doa. Entah apa yang
kemudian terjadi, yang jelas aku merasa lebih tenang dan kepalaku serasa di
penuhi dengan serotin. Disaat aku menikmati ketenangan itu,tiba - tiba seolah
ada yang bersuara lirih berkata
Wahai anak mudak yang tengah duduk, keputusan yang
engkau ambil hari ini akan menjadi sejarah bagi kehidupanmu, entah itu baik
ataupun buruk. Dan kejadian yang engkau alami hari tidak terlepas dari masa
lalumu, begitupun dengan masa depanmu tidak terlepas pada hari ini.
Aku terperangah
mendengar suara itu, seketika mataku terbelalak. entah apa yang terjadi,
kepalaku seperti tersengat tawon. Aku
tak mengerti, disaat kepalaku seperti tersengat tawon, ada reaksi yang begitu
cepat yang memicu tubuhku untuk bergerak. Seketika tubuhku terangkat berdiri
dan berlali ke pintu sebelah kiri. Dan sekarang aku sangat sadar aku telah
berada di ruangan sebelah kiri. Namun ada sesutu yang ganjil yang aku rasakan,
ruangan ini begitu menjadi gelap. Kebingunganku muncul lagi, aku serasa ingin
kembali keruangan dua pintu. Akhirnya aku putuskan kembali ke ruang du pintu,
tapi bukan untuk menyerah. Melainkan untuk mempersiapkan segala sesuatunya
untuk menembus kegelapan itu.
Kini akau telah berada
di ruangan dua pintu. Sekarang kebingunganku tak jau berbeda saat di ruangan
sebelah kiri. Dan parahnya aku tak tahu apa yang harus aku persiapkan. Di
kebingungan yang melanda diriku, aku menemukan sesutu di pojok sana. Aku dekati
tanpa kewaspadaan, setelah aku lihat ternyata itu adalah sebuah senter. Sial
disaat seperti ini senter seperti supe hero yang menjadi penyelamat. Pikirku.
Namun disisi lain ini adalah sesuatu yang harus disukuri Akupun berjalan kembali melintasi
sebuah pintu yang menghubungkan ruangan dua pintu dan ruangan sebelah kiri, aku
bertekad bahwasanya sebelum aku menemuh salah satu jendela aku takan mbali.
Perjalanan pun dimulai dengan menyusuri gelapnya lorong masa lalu, berbekal
sebuah senter yang namanya hati nurani. Ternyata tidaklah mudah menemukan
jendela itu, ataukah jendelanya telah amat kotor tertutupi debu
kesombongan.Atau bahkan Jendelanya telah roboh dimakan rayap ketidakpedulian.
Sejenak aku merasa amat tak berdaya dan hilang arah. Di saat rasa
ketakberdayaan membuncah, justru muncul sebuah harapan. Aku terperanjat melihat
sebuah cahaya di kegelapan Bagaikan aurora di Antartika. Berlari sekuat tenaga
adalah jalan satu – satunya untuk menggapai cahaya di kegelapan itu. Namun
sayang, keinginan tak selalu sesuai dengan kenyataan. Cahaya itu telah pergi
entah kemana. Aku berusaha menenangkan diri, dan berpikir sepositif mungkin.
Lalu terbesitlah dalam ingatanku, Mungkinkah cahaya tadi hanyalah sebuah
fatamorgan, karena aku saking lelahnya.
Hasanudin san
No comments:
Post a Comment